Jumat, 13 Februari 2015

O, mother earth



 Kita tidak dapat memastikan bahwa kedepannya kita masih dapat meminum air bersih atau tidak? Makanan yang tercukupi atau tidak?
 Anak-anak manis yang sehat atau anak-anak yang cacat?
Rumah-rumah cantik dengan warna cerah atau dinding-dinding rumah yang pudar dan kelam karena korosi?
 Sinar matahari yang hangat atau radiasi matahari yang menyakitkan?
Kita tidak pernah bisa tahu kemungkinan-kemungkinan yang terjadi
Maka, dengan melihat itu Stephen Hawking dan juga beberapa ilmuwan lainnya selalu mewaspadai kita untuk berpikir lebih kedepannya dalam melakukan antisipasi. Kita tidak bisa memungkiri bahwa tidak hanya kitalah makhluk yang cerdas dan pandai di galaksi ini. Ada begitu banyak galaksi dengan kehidupannya yang mungkin lebih maju dari kita. Bisa jadi, mereka akan menyerang kita beberapa ratus tahun lagi dan tidak bisa menjamin bahwa mereka bersahabat atau tidak. Maka, untuk tetap bertahan dan melihat wajah cucu-cucu kita kelak adalah dengan menyebar populasi kita sampai ke ruang angkasa. Kita tidak memiliki cara untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan eksponen yang terus berlanjut.
Kita terus melompat setinggi-tingginya. Tujuan kita adalah menggapai udara setinggi-tingginya. Kita berpijak di tanah. Namun, semakin tinggi kita melompat, semakin retak pula pijakan kita. Ketika kita ingin melompat lebih tinggi lagi, di mana tumpuan kita? Sedang yang tertinggal adalah tumpuan yang retak. Kita tidak bisa apa-apa selain memanfaatkan teknologi yang telah kita bangun selama berates-ratus tahun. Apa gunanya kita merangkai roket secanggih-canggihnya bila bukan untuk tetap bertahan hidup di tengah ancaman-ancaman yang semakin mendesak.
TAPI, adakah tempat terbaik selain bumi yang persentase layak huninya 100%
apa kita akan terus berbuat dan menguranginya hingga 70% bahkan 25% saja?
think more

Tidak ada komentar:

Posting Komentar